Rambu Solo di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, menjadi salah satu magnet terbesar turis mancanegara. Pengen tahu apa yang menarik dari ritual kematian tersebut? Yuk, baca ulasannya. Disebut juga Aluk Rampe Matampu, Rambu Solo merupakan adat pemakaman Toraja yang identik dengan mengorbankan babi atau kerbau kepada arwah leluhur atau orang yang meninggal dunia.
Upacara adat tersebut biasanya berlangsung meriah dan menguras materi. Keluarga akan mati-matian ngumpulin uang supaya mereka bisa menyelenggarakan upacara Rambu Solo, sebab Rambu Solo adalah fokus dari siklus hidup masyarakat Toraja. Rambu Solo juga dianggap sebagai bentuk tanggung jawab keluarga terhadap orang yang sudah meninggal.
Nah, Rambu Solo terbagi lagi jadi beberapa tingkatan sesuai dengan kedudukan seseorang dalam masyarakat dan kemampuan seseorang dalam membiayai upacara tersebut. Ada yang disebut Disilli, yakni upacara pemakaman paling sederhana. Dulu, penguburan bagi masyarakat dari golongan miskin biasanya hanya membekali orang yang meninggal dengan telur ayam. Tapi sekarang, upacara Disilli rata-rata menguburkan orang meninggal dengan memotong seekor babi.
Ada pula yang tahapan lain seperti Dipasang Bongi yakni upacara pemakaman yang hanya berlangsung semalam dengan korban seekor kerbau dan beberapa babi saja, Dipatallung Bongi yakni penguburan yang berlangsung tiga malam dengan korban empat kerbau dan sekitar sepuluh babi, serta Dipalimang Bongi yakni pemakaman yang berlangsung lima hari lima malam.
Dan tahapan upacara yang mewah disebut Dipapitung Bongi. Berlangsung tujuh hari tujuh malam, sepanjang upacara berlangsung setiap malam ada kerbau dan babi yang dikorbankan. Jumlah kerbau yang dipotong antara 9 dan 20 ekor, adapun kepala kerbau dipajang di rumah adat tongkonan.
Kalau menurut kamu Dipapitung Bongi sudah menguras uang, sabar … masih ada yang lebih istimewa lagi. Namanya, Dirapai. Ini adalah upacara penguburan paling mahal di Toraja. Sebelum dikubur, upacara pemakaman digelar dua kali.
Upacara pertama berlangsung di rumah tongkonan. Selanjutnya, jenazah diistirahatkan setahun sebelum upacara kedua diadakan. Saat upacara kedua, jenazah akan diarak oleh ribuan orang dari rumah tongkonan ke Rante. Jenazah sudah terbungkus kain merah berlapisi emas tersebut dan dibuatkan tau-tau atau boneka yang menyerupai orang yang sudah meninggal. Arak-arakan juga diikuti iring-iringan puluhan ekor kerbau jantan yang siap diadu satu lawan satu.
Ngomong-ngomong soal Rante, tempat upacara yang satu ini berkesan banget buat wisatawan dari Prancis dan ahli antropologi dari barat. Sebab di Rante ada batu megalit yang mirip sama batu yang ada di pesisir Prancis dan negara-negara Skandinavia. Cuma, generasi sekarang di Prancis dan negara Eropa lainnya gak tahu lagi fungsi batu-batu tersebut.
Peradaban Romawi pernah datang ke negara-negara Eropa Barat dan merubah sebagian kebudayaan asli mereka. Itu sebabnya wisatawan dari Prancis gembira melihat menhir atau dolmen di Toraja yang sama dengan batu megalit di negaranya. Kalau kamu mau lihat batu megalit paling menarik buat orang Prancis, kamu bisa mengunjungi batu rante yang ada di Bori, Palawa, Karassik, Sullukkan di Suaya.