Lokasinya berada di tengah sawah, di Desa Palangi, Kecamatan Sa’dan Balusu. Ketika rombongan famtrip tiba, satun-satunya jalan menuju Museum Ne’ Gandeng, terutama dekat museum sedang dalam perbaikan. Terpaksa rombongan berjalan kaki tak sampai satu kilometer menuju lokasi. Justru berjalan kaki di pagi hari ini malah sangat dinikmati peserta famtrip.
Wisatawan akan melewati Jembatan Ne’ Gandeng yang dibangun oleh Yayasan Keluarga Besar Ne’ Gandeng. Ditambah lagi pemandangan sawah di kiri-kanan jalan begitu memesona. Museum ini layak jual untuk wisatawan. Coba kalau padi di kiri-kanan jalan ini pas menguning, pasti berjalan menuju Museum Ne’ Gandeng sangat dinikmati dan ditunggu-tunggu wisatawan,” kata Ardana dengan optimis.
Petrus Pasulu, anak bungsu Ne’ Gandeng dari 11 bersaudara menuturkan tempat ini awalnya merupakan tempat pelaksanaan prosesi pemakaman Ne’ Gandeng yang meninggal pada tanggal 3 Agustus 1994. Menurut Petrus, ide pembangunan tempat ini yakni manusia Toraja sangat menghormati para leluhurnya. Semasa hidup Ne’ Gandeng sangat memperhatikan kehidupan masyarakat sekitar.
Di Museum Ne’ Gandeng, wisatawan akan menemukan pondok permanen yang berbentuk rumah adat Toraja. Pondok ini dimasudkan sebagai tempat menginap keluarga dan tamu yang datang melayat. Di tempat inilah, selain digunakan oleh keturunan Ne’ Gandeng untuk melaksanakan prosesi pemakaman adat Toraja juga diperuntukkan bagi siapa saja warga Toraja yang ingin menggelar acara serupa.
Museum Ne’ gandeng berada di tengah sawah. Tepatnya di Desa Palangi, Kecamatan Sa’dan Balusu. Ne’Gandeng adalah salah satu tempat wisata yang juga berada di Tana Toraja. Akan tetapi tempat wisata yang satu ini, dikenal bukan karena wisata alamnya, atau wahananya, melainkan karena Tongkonannya yang begitu banyak sehingga membuat tempat ini memiliki keunikan dari tempat wisata yang lain.
Untuk lokasi sendiri, Museum Ne’ Gandeng letaknya tidak terlalu jauh dari Rantepao, hanya sekitar 10 kilometer. Transportasinya bisa menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Sebelum masuk tempat ini, pastikan kita membeli tiket terlebih dahulu dan mengisi buku tamu.
Setelah itu, kita diperkenankan untuk menaiki Tongkonan. Saat menaiki Tongkonan kita bisa melihat isi dari bangunan tersebut dan kita juga bisa melihat kawasan Ne’ Gandeng secara lebih luas. Gunung, sawah dan pepohonan mengitari kawasan museum. Pemandangan alam bebas yang indah ini menjadi nilai plus dari wisata Museum Ne’ Gandeng.
Tempat ini sendiri awalnya adalah tempat pelaksanaan prosesi pemakaman Ne’ Gandeng yang merupakan leluhur kampung di tahun 1994, sebagaimana yang diketahui bersama masyarakat Toraja adalah masyarakat yang menghormati leluhurnya. Kemudian dibangunlah bangunan tersebut dan lambat laun akhirnya beralih menjadi tempat wisata yang lebih menonjolkan bangunan Tongkonannya.
Semasa hidupnya, Ne’ Gandeng dikenal sebagai wanita yang memperhatikan kehidupan masyarakat sekitar. Maka dijadikanlah ia nama museum untuk tempat wisata ini. Selain menjadi kawasan wisata, Museum Ne’ Gandeng juga menjadi tempat untuk menggelar acara adat oleh penduduk sekitar. Bagi teman-teman yang singgah di Tana Toraja, jangan lupa untuk mampir sejenak ke Museum Ne’ Gandeng. Berwisata ke tempat ini tidaklah menguras tenaga karena kawasannya tidaklah terlalu besar untuk dijelajahi.